Layanan data internet kecepatan tinggi makin jadi andalan operator. Indosat meluncurkan teknologi HSPA+dual carrier (64 QAM atau MIMO) dengan kecepatan downlink 42 Mbps dan uplink 5 ,8 Mbps. Group Head VAS Brand Marketing Indosat Teguh Prasetya mengatakan jaringan kecepatan tinggi itu sudah siap pakai dan bukan hanya sekadar trial. Jaringan dengan kecepatan 42 Mbps itu merupakan pertama di Asia dan kedua di dunia setelah Telstar Australia. Saat ini Indosat memiliki jumlah pelanggan layanan data eksisting sebanyak 1 ,5 juta orang. Sementara pada 2010 menargetkan bisa mencapai 2 ,5 juta hingga akhir tahun. “Rencananya di 2011 Indosat akan menyelenggarakan kecepatan hingga 80-160 Mbps (downlink) dan 12 Mbps (uplink),” ujar Teguh. Hadirnya teknologi HSPA+ itu dijanjikan mendukung untuk jelajah internet dengan kecepatan tinggi. Selain itu juga untuk streaming video dan televisi definisi tinggi, konferensi video, unduh-unggah super cepat, transfer file kecepatan tinggi dan monitor jarak jauh definisi tinggi. Sementara XL dihari yang sama menandatangani kerjasama uji coba penerapan teknologi Long Term Evolution (LTE) selama 3-6 bulan di wilayah Jakarta Pusat. “Kita tidak main teknologi yang hanya ditambah + (plus) saja. Itu hanya gimmick-marketing , karena ekosistemnya sendiri belum siap,” ujar Presiden Direktur XL Axiata Hasnul Suhaimi. Ia mengatakan LTE sebagai tahap akhir teknologi broadband merupakan tujuan XL untuk melompat lebih jauh. Bahkan XL menjanjikan kecepatan downlink hingga 100 Mbps. XL yakin setelah uji coba LTE akan ada pertumbuhan layanan data lebih dari 13 ,8 %. “Layanan data menyumbangkan 1 % pada 2009 dari total revenue Rp12 triliun, sekitar Rp120 miliar. Di 2010 XL menargetkan layanan data bisa menyumbang sebesar Rp1 triliun, jadi 15 %,” imbuh Hasnul. Dihubungi secara terpisah, Sekjen IDTUG (Indonesia Telecommunications User Group) Muhamad Jumadi menilai broadband atau internet kecepatan tinggi ke depan memang teknologi yang memiliki daya tarik bagi pengguna. Tapi ia mengingatkan agar operator tidak melupakan kualitas. “Saya pikir silakan saja, jika operator ingin membuka layanan bahkan 4 G. Tapi jangan melupakan kualitas jaringan, pengguna sangat sebal melihat kondisi koneksi saat ini yang tidak lancar, sebelum bicara terlalu jauh, persiapkan dan perbaiki layanan yang ada terlebih dulu!,” ujar Jumadi. Menurut Jumadi pasar broadband Indonesia memang besar, baik individu maupun korporat di seluruh pelosok tanah air. Namun IDTUG mengingatkan agar penggelaran jaringan tidak hanya untuk persaingan semata. “Masyarakat perkotaan banyak membutuhkan broadband dalam waktu 2-3 tahun ke depan dan saya lihat sektor usaha kecil dan menengah (UKM) besar potensinya. Saya menyambut baik, tetapi yang perlu dicatat 3 G bagaimana? nasibnya saat ini tidak terdengar lagi”. “Jangan hanya menguji coba LTE hanya untuk gengsi bersaing dengan sesama operator seluler dan penyelenggara WiMax. Operator jangan hanya teriak-teriak saja, tetapi perbaiki dulu kualitas layanan yang ada,” imbuh Jumadi. Vice President Marketing & Communications Ericsson Hardyana Syintawati mengatakan .masing-masing operator memiliki preferensi sendiri menyangkut penerapan teknologi apakah HSPA+ atau LTE. Indonesia masih belum menerapkan teknologi 4 G. Sedangkan teknologi 3 G, 3 ,5 G dan WiMax masih belum secara memadai diterapkan di Indonesia, karena ekosistem menyangkut aplikasi atau konten, komunitas, permintaan dan regulasi masih sangat membatasi meskipun secara teknologi sudah memungkinkan. Sejauh ini negara yang sudah menerapkan teknologi LTE antara lain Norwegia, Swedia dan Amerika Serikat. “Baru Norwegia, Swedia dan AS yang sudah menerapkan LTE. Singapura satu-satunya negara yang sudah melakukan uji coba resmi sebelum Indonesia. Jika melihat ekosistem yang ada Indonesia masih butuh waktu 2-3 tahun lagi jika memang aspek pendukungnya sudah siap,” tambah Hardyana.
sumber: http://amadnoy.wordpress.com